Apa yang disampaikan Amak tiga jam yang lalu membuat gue tidak bisa tidur. Benarkah gue harus memeriksakan diri gue sama Datuak Sati Pamangku Bumi? Mendengar namanya saja sudah membuat nyali gue ciut. Apalagi kalau sampai ketemu orangnya. Bisa-bisa keluar air kencing di hidung gue. Saking paniknya tuh kencing sampai-sampai salah saluran! Hiii.
Rumahnya juga jauh di pinggir kampung, di kaki bukit. Tepatnya di Tandau. Kalian kalo ke sana bisa-bisa kencing sambil berlari saking seramnya tuh daerah. Duh, gimana yahhh... Gue takut!
Suasana rumah terasa sepi dan sunyi. Amak dan Abak pasti sudah tidur lelap. Karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23.55. Dimana lima menit lagi akan tepat berada di jam 12 malam. Malam-malam sakral dan dipenuhi dengan muatan-muatan gaib. Para makhluk halus saatnya bangun dan mulai mencari mangsa.
Gue merapatkan selimut tebal yang membungkus tubuh gue. Padahal dulu, jam-jam segini gue tidak ubahnya seperti hantu. Masih wara wiri di dunia gelombang suara. Biasa men, jam-jamnya para kekasih melepas rindu. Telpon-telponan. Karena para provider brengsek itu jahat bener ngasih paket murah. Cuma 2000 dari jam satu malam sampai jam 5 subuh. Dan selama ini gue ga' pernah ngerasa takut akan berlalunya waktu. Karena suara Zarek yang senantiasa nemenin malam-malam gue. Hiks...
Sekarang?
Coba kalian pejamkan mata. Dengarkan bunyi tiupan angin yang menggesek-gesek reranting pepohonan. Dan kalian bayangkan, kalian berada dalam kegelapan. Sendirian. Lalu kalian mulai mendengar suara-suara aneh. Kadang pintu berderit. Atau bunyi langkah-langkah kaki di luar. Bunyi pukulan kecil di dinding rumah. Dan semua itu membuat bulu kudukmu berdiri. Jantungmu berdebar kencang. Serasa ada kuntilanak atau pocong yang tiba-tiba hadir di hadapanmu.
"Wari.....!"
Gue meloncat dari kasur ketika tiba-tiba gue mendengar seseorang memanggil nama gue. Gue berlari ke jendela kamar.
"Wari...!"
Suara itu semakin jelas. Gue mulai keringat dingin. Suara seorang lelaki. Dan sangat familiar. Gue mengedarkan pandangan gue ke segala penjuru kamar.
"Wari, angkat telponnya sayang!"
Dan seketika gue menghentakkan kaki gue ke lantai. Kesal!
Anjrit, itu nada alarm henpon gueeeeeee!!!
Huhuhu, gue belum sempat ngerubahnya pasca putus dari Zarek. Alarm tersebut memang gue setting dengan nada suaranya dia. Huhuhu jadi kangen dia lagi. Jam-jam segini kami biasanya sudah mengudara. Sekarang? Hanya tinggal kenangan. Entah dimana dia sekarang!
Jauh kau pergi
Meninggalkan diriku
Disini aku merindukan dirimu
Kini ku coba mencari penggantimu...
Gue tertegun. Mencari pengganti? Tidak segampang itu! Dia lelaki yang telah bersama gue selama tiga tahun ini. Dan lagu ini menyuruh gue mencari penggantinya? No no no, yes yes yes, mungkin perlu dicoba!
Ya udah deh! Mending gue bokep dulu. Bobok cakep.
Gue kembali naik ke atas ranjang setelah mematikan alarm henpon gue. Mencoba memejamkan mata. Menidurkan telinga dan menutup semua panca indera gue. Membiarkan jiwa gue diambil oleh kegelapan. Semoga besok gue bisa terbangun dalam keadaan sehat wal afiat. Cantik, bohay dan bahagia. Amin.
Tik tik tik....
Waktu berjalan. Andai gue bisa melihat kakinya waktu, bakalan gue ikat dan bebat. Biar dia tetap berada dalam keadaan stagnant. Tidak bergulir. Tidak ada hari esok, tidak ada hari kemarin. Yang ada hanya hari ini. Gue jadi takut untuk tertidur. Karena kalau gue mejamin ini mata, gue khawatir kalau besok gue masih nemuin kesunyian dan kehampaan dalam hidup gue. Racun cinta yang ditancapkan Zarek ke dalam hati gue benar-benar mengerikan. Racun yang betul-betul bisa melumpuhkan semua urat-urat syaraf di badan gue. Lebay? Itulah yang gue rasakan!
Duh, ini mata kaga' bisa tidur. Udah lewat jam 12 juga. Gue kembali beranjak bangun. Mau beser gue. Faklah, diluar dingin dan gelap lagi! Lu pada jangan mikir kalo kamar gue ini ada toiletnya. Gue kudu keluar dari ini rumah. Belok kiri, belok kanan, lurus, belok lagi, ketemu pohon beringin, disitu tuh orang belanda pernah menggantung warga pribumi. Hiii ko' jadi seram gini sih topiknya! Not cool, men!
Gue keluar dari kamar. Pipis gue bener-bener udah mau menjebol keperawanan gue! Dari pada gue mati tegang di dalam kamar ini kan lebih baik gue segera melepas hasrat gue di jamban keluarga yang super wangi itu?
Gue nyalain senter. Peraturan di rumah gue, ga' boleh ngidupin lampu lewat dari jam 12 malam di ruang tamu. Dengan alasan, saat ini kita harus menerapkan program CRP, cost reduction program, bahasa minangnya, BERHEMAT SODARA-SODARA! Abak sering melakukan orasi kepada gue dan Amak kalau kami harus hemat dengan listrik. Memakai seperlunya dan mematikan yang tidak penting. Bayangkan cuy, pernah listrik di rumah gue biayanya membengkak sampai 150 ribu, si Abak dengan tega membalikkan sekring lampu selama seminggu. Katanya itu hukuman bagi gue dan Amak yang tidak mau berhemat. Jadilah baju gue, baju Amak bahkan baju Abak digosok pake setrika jaman kerajaan Pagaruyung masih berjaya di ranah Minang. Dimana batok kelapa yang tidak bersalah harus dibakar sampai hitam legam. Dan bara batok kelapa yang hot itulah yang melicinkan baju-baju dan pakaian kami yang keriput seperti pantat ayam. Tentunya kalian tau kan seperti apa trika yang terbuat dari besi itu? Berat dan ribet makenya! Bersyukurlah wahai kalian anak-anak tahun 2000an yang tidak bertemu dengan perkakas tua itu. Selain itu, biasanya gue ga' pernah masak air dan nasi dengan menggunakan kompor karena ada dispenser dan magic jar, akhirnya harus masuk hutan mencari kayu bakar. Abak memang terkenal kekejamannya. Make kompor sumbu itu juga kaga' dibolehin, dengan alasan, minyak tanah MAHAL. Ya Allah, kuatkanlah hamba!
Toilet di rumah gue itu memang tidak menyatu dengan rumah. Istilahnya itu tempat mandi dan tempat buang hajat keluarga besar gue. Jadi selain keluarga gue, keluarga saudara-saudaranya Amak gue juga make tuh fasilitas. Bayangkan men, kadang gue harus antri hanya untuk sekedar pipis.
Pernah gue minta sama Abak, buatlah kamar mandi dan sumur. Tau jawabannya,
"Kau itu tidak punya rasa sosial. Mandi rame-rame itu asyik, Wari! Kalian bisa akrab satu sama lain! Kalau setiap rumah di keluarga ini dibuatkan kamar mandi. Bisa-bisa disalahkan gunakan oleh anak laki-laki yang baru beranjak gede itu!" ujar si Abak yang kaga' gue ngerti maksudnya apa.
Gue akui, sepupu-sepupu gue emang kebanyakan cowok. Mereka kalau mandi berisik sekali. Entah apa yang mereka perdebatkan di kamar mandi. Pernah gue menunggu sampai setengah jam. Padahal gue mau berak. Beol gue seolah-olah mau meloncat dari pantat gue saking ga' kuatnya nahaan. Karena tidak sabar gue tendang tuh pintu kamar mandi sampai menjeblak terbuka. Dan sepupu cowok gue itu, yang ada empat orang itu serentak menjerit, karena mereka tanpa selembar benangpun. Buru-buru mereka menutupi anggota terlarang mereka dan mengumpat-umpat keluar dari kamar mandi. Gue ga' peduli. Gue kunci lagi pintu dari dalam, dan gue dengan tenang menunaikan panggilan alam yang sangat menakutkan itu. Plog, lega.
Gue perhatiin ruang tamu rumah gue gelap banget. Amak dan Abak gue yakini sudah pasti terlelap. Dari luar saja gue bisa mendengar dengkuran Abak. Bakaruah gadang sarupo kabau kanai dabiah!
Bakaruah - ngorok
Gadang - besar
Sarupo - serupa
Kabau - kerbau
Kanai - kena
Dabiah - sembelih
Gue heran, kenapa bisa ada orang yang tahan dengan bunyi dengkuran sekeras itu. Kalau gue punya suami seperti itu udah gue masukin ke dalam lobang buaya. Biar dikunyah hidup-hidup sama tuh predator. Dan Amak dengan bangganya mengatakan kepada gue, kalau ngoroknya si Abak itu yang bakalan menjadi pertanda di alam barzah nanti. Dia bakalan tidak kesusahan mencari Abak hanya dari dengkurannya saja. Gue cuma bisa geleng-geleng kepala dengerin ucapannya Amak.
"Dan satu lagi yang perlu kau tau, Wari! Dengkuran Abak kau tu, lebih merdu dari seruling bambu orkes-orkes dangdut yang sering kau tonton itu!"
Gue hanya bisa ternganga ngeri mendengar bualannya Amak. Mungkin karena udah cinta yah, jadi apapun yang dilakukan Abak, selalu indah di mata Amak. Love it!
Gue keluar dari rumah. Begitu membuka pintu, gue rasakan hembusan angin yang sangat dingin menerpa kulit mulus gue. Gue kitari sekeliling gue yang sunyi bagaikan di kuburan. Meremang bulu kuduk gue ketika gue mendengar suara lolongan anjing bersahut-sahutan. Lutut gue terasa lunglai. Namun rasa pipis gue ngalahin rasa takut gue. Dengan cepat gue menuju kamar mandi yang bisa menampung lima orang itu. Dalam kamar mandi itu ada bak penampungan besar. Dan ada satu toilet jongkok di dalamnya yang ditutupin pintu. Jadi ga' bakalan ada yang bisa ngeliat gue sedang buang hajat.
Tiba-tiba gue merasa mules. Efek kena angin malam. Gue segera membuat posisi sepewe mungkin di atas closet. Bau kamar mandi ini ampun-ampunan. Hidung gue seolah-olah mau copot. Bau pesing yang sangat kental dengan aroma jengkolnya. Hueeekkk! Hidung gue serasa meledak. Namun gue tahan semua itu. Gue mulai melepaskan sepotong demi sepotong barang yang diproduski perut gue. Sampai seperempat jam lamanya gue mancangkuang alis ngongkong. Dan setelah gue ngerasa beres gue ambil air di dalam ember yang ternyata cuma tinggal segayung. Gue cuci dulu pantat gue donk. Lalu ember hitam tersebut gue angkat ke dekat bak penampungan. Namun sial, air dalam bak sudah habis. Sementara sanyo ga' boleh dihidupin kalau malam-malam gini.
Duh, gue jadi ga' tahu harus bagaimana. Itu kotoran gue masih bergolek-golek manja di dalam lobang kakus. Mesti gue siram pake apa?
Bodo' akh! Salah Abak dan orang tua-tua disini yang pelit sama anak. Gue segera meninggalkan kamar mandi keramat tersebut. Gue yakin, besok bakalan heboh tingkat kecamatan. Ada yang tidak menyiram toilet. Hihihi. Mampus dah!
Gue masuk ke kamar. Ngunci pintu dan mulai merebahkan diri di ranjang. Gue ngantuk banget! Bobok dulu yeee.... Muaaachhhh.....
***
Pagi menjelang...
Gue terbangun ketika gue denger teriakan di luar kamar gue!
"Wari, kau yo ndak bamoral saketek alah juo do! Ndak kau siram cirik kau tu! Dasar kalera anguih kau ko mah!"
Gue kaga' tau siapa yang marah-marah. Namun terdengar sangat rame di luar.
Saketek - sedikit
Cirik - kotoran,tinja
Kalera - brengsek
Anguih - hangus
"Ada bukti apa kau menuduh si Wari yang karaie tadi malam, Ros? Jangan sembarang menuduh kalau tidak ada bukti!" gue dengar Amak membela gue. Ohh jadi yang marah-marah barusan Tek Ros? Adik Amak yang paling kecil.
Karaie - buang hajat, pipis, beol
"Apo nan indak dek, Uni? Coba lihat kolor hitam dan bakarak ini? Ado tulisan namo inyo di kolor tu! Prameswari!"
Deg
Deg
Deg
Bakarak - berkerak
Gue lupa mengenakan kolor gue semalam setelah boker! Alamak, harapan hancur karir gue di kampung ini. Hancur... Hancur...!
Bersambung....